Masalah Keuangan Milenial dan Solusi untuk Menghadapinya
Kata orang, solusi dari masalah keuangan milenial adalah punya banyak uang. Eitsss, tunggu dulu. Selesaikan dulu sumber masalahnya. Karena seberapapun banyaknya uang, jika perilaku tidak diubah, pasti uang tersebut akan habis juga.
Jika kita selalu berpikir bahwa solusi masalah keuangan adalah memiliki uang, maka kita akan terjebak jauh lebih dalam. Terjebak pada hutang, dan tergelincir pada pandangan bahwa mengelola keuangan adalah hal remeh temeh. Lagi butuh uang? Hubungi teman terdekat dan minta tolong.
Pandangan-pandangan di atas menjadi satu dari sekian banyak masalah yang sedang dihadapi milenial. Khususnya mengenai bagaimana seharusnya mengelola keuangan. Nah, pada kesempatan kali ini, ada beberapa hal yang akan dibahas mengenai keuangan milenial.
5 Jenis Masalah Keuangan Milenial yang Patut Diwaspadai
Sebagai generasi muda, banyak tantangan yang patut dihadapi oleh kaum milenial. Sayangnya, sama seperti generasi sebelumnya, masalah keuangan masih menjadi momok yang tidak bisa dihindari. Bedanya, kini ada beberapa persoalan yang jauh lebih kompleks.
Generasi milenial harus menghadapi masalah-masalah finansial seperti:
Kebutuhan Gaya Hidup yang Mencekik
Dahulu orang akan bilang bahwa gaya hidup adalah bentuk berfoya-foya. Namun di era seperti sekarang, gaya hidup menjadi hal yang wajib. Tanpa mengikuti arus sosial saat ini, maka sulit untuk mendapatkan informasi, kolega, maupun “TRUST” dari orang lain.
Bagi kaum milenial, kebutuhan akan gaya hidup akan mempermudah untuk mendapatkan koneksi, informasi, dan ilmu. Semakin banyak teman, semakin mudah hidup kedepannya.
Sayangnya, banyak anak muda di generasi milenial kebablasan dalam memenuhi gaya hidupnya. Misalnya alih-alih memiliki pakaian yang pantas ketika berjumpa dengan kerabat, teman, ataupun partner bisnis, banyak generasi milenial justru menghamburkan uang untuk kepuasan diri. Misalnya membeli makanan kekinian, memborong pakaian hypebeast, ataupun menghamburkan uang untuk membeli voucher game.
Lantas apa solusinya?
Memahami batasan dalam gaya hidup adalah solusinya. Jika memang tidak mampu untuk mengikuti tren dan gaya hidup lingkungan sekitar, maka tidak perlu memaksakan diri.
Sayangnya, banyak generasi milenial tidak memahami apa yang terpenting bagi hidup dan bagi finansial mereka. Padahal kebutuhan seperti makanan tidak harus makanan mahal. Padahal kebutuhan pakaian tidak harus pakaian bermerk.
Hutang yang Semakin Menumpuk
Mudahnya berbelanja di era digital ini menjadikan generasi milenial sebagai korbannya. Faktanya, 70 persen pengguna fasilitas belanja online adalah anak-anak muda. Masalahnya adalah banyak kebutuhan belanja tersebut justru berasal dari hutang.
Lihat Juga: Cara Mengatasi Hutang yang Menumpuk
Tidak terhitung lagi berapa banyak fasilitas pinjaman online yang bisa dimanfaatkan oleh anak-anak muda sekarang ini. Kemudahan ini menjadikan seseorang lupa bahwa dibalik kemudahan itu ada beban tanggungan yang harus dibayar. Maka jadilah seseorang terjebak dengan hutang yang semakin menumpuk. Belum lagi ditambah dengan bunganya.
Lantas apa solusinya?
Kesadaran untuk mulai membayar hutang dan berhenti berhutang adalah solusinya. Dengan demikian, seluruh pendapatan bisa lebih diprioritaskan untuk kebutuhan yang lebih bermanfaat. Misalnya berinvestasi atau membuka usaha.
Satu pertanyaan yang cukup penting tentunya adalah bagaimana caranya bayar hutang? Apalagi jika hutang sudah menumpuk, gaji pass-passan, dan tagihan sangatlah banyak.
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah dengan stop membuat hutang-hutang baru. Dengan demikian, masalah keuangan milenial juga akan berkurang di satu titik.
Hal kedua yang wajib dilakukan adalah dengan mulai mencari tambahan pendapatan. Dengan demikian, hutang-hutang bisa lebih cepat dibayarkan dan kondisi keuangan juga menjadi lebih baik. Tambahan uang bisa dilakukan dengan bekerja paruh waktu, menggunakan waktu luang untuk bekerja freelance, atau mencoba sambilan dengan berjualan online.
Hal ketiga dan paling penting adalah lunasi hutang dan manfaatkan uang yang terkumpul sebaik mungkin. Pastikan bahwa uang yang anda kumpulkan hanya boleh digunakan sebagai sarana menghasilkan uang yang jauh lebih banyak lagi. Misalnya untuk investasi atau untuk membuka usaha.
Gaji yang Terasa Pas-Pasan
Memang pada dasarnya manusia memiliki ego untuk tidak pernah merasa puas. Namun jika gaji memang ala kadarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, minim tabungan, dan sulit untuk membayar tagihan-tagihan, artinya pendapatan saat ini jauh di bawah kata cukup.
Celakanya, banyak generasi milenial merasa solusi untuk gaji yang pas-pasan ini adalah dengan meminta kenaikan gaji, ataupun berpetualang pindah-pindah pekerjaan. Dari perusahaan yang satu ke perusahaan lainnya. Padahal hal ini berakibat fatal.
Ketika pada akhirnya milenial berpindah kerja atau mendapat kenaikan gaji, tidak jarang akhirnya justru menerima pekerjaan dengan instensitas jam kerja yang lebih tinggi. Alhasil, waktu kerja semakin banyak, dan waktu luang untuk menata masa depan sendiri menjadi minim. Pada akhirnya, milenial akan menjadi generasi pekerja yang hidupnya bergantung pada perusahaan. Bukankah ini akhirnya menjadi masalah keuangan milenial yang harus dihadapi sebagian besar anak muda?
Lantas apa solusinya?
Ketika merasa gaji saat ini kecil, solusinya memang adalah meminta kenaikan gaji, mencari pekerjaan tambahan, ataupun mencoba peruntungan di perusahaan lainnya. Namun tentu saja perencanaan matang tetap diperlukan. Perencanaan dari sisi pengelolaan keuangan, perencanaan dari sisi manajemen waktu, hingga bagaimana caranya agar performa kerja tetap optimal.
Tanpa adanya perencanaan ketiga hal di atas, gaji yang didapatkan hanya akan menjadi hal sia-sia. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan memunculkan masalah-masalah finansial baru lainnya.
Saran terbaik yang bisa diberikan adalah dengan mencari tambahan pendapatan yang tidak akan mengganggu pekerjaan di kantor. Misalnya mulailah membuka toko online. Ketika pesanan toko online sudah cukup banyak, tidak perlu ragu untuk merekrut beberapa orang untuk membantu kebutuhan seperti packing, menjawab pertanyaan kustomer, hingga pengkuriran. Tidak punya waktu menghandle team di jam kerja? Generasi milenial sebenarnya bisa membentuk team kerja malam, dan menggunakan waktu malamnya untuk menghandle team.
Terjebak Antara Financial dan Cinta
Banyak sekali anak-anak muda di generasi milenial yang sedang merasakan manisnya jatuh cinta. Sayangnya, kemudian terjebak pada tantangan untuk membahagiakan pasangan. Mengajak nonton, makan di tempat mahal, membelikan pakaian, jalan-jalan ke tempat ekostis. Tanpa menyadari bahwa hal-hal tersebut datang dengan masalah keuangan milenial yang akan hadir memberikan kejutan kurang menyenangkan.
Semua hal di atas akan terasa mudah jika mendapat dukungan finansial yang kuat dari orang tua. Namun sayangnya, 98 persen generasi milenial berasal dari kaum menengah ke bawah. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atas, merekapun terjebak dengan hutang ataupun menghabiskan seluruh uang gaji.
Lucunya, ketika hubungan cinta ini kandas, barulah tersadar bahwa saat ini sudah menghabiskan begitu banyak uang dan waktu. Juga tersadar bahwa tidak ada tabungan yang tersisa.
Namun ada juga beberapa pasangan yang cukup beruntung karena sadar menata masa depan (jenjang pernikahan). Oleh sebab itu mulai sama-sama menabung sehingga memiliki dana yang cukup untuk mencapai jenjang selanjutnya. Bukan hanya sekedar pernikahan, namun untuk dapat memiliki usaha sendiri setelah menikah. Juga mempersiapkan keuangan agar mencukupi jika memiliki anak nantinya. Namun tidak semua pasangan seberuntung itu.
Lantas apa solusinya?
Kita patut mengevaluasi hubungan yang ada saat ini. Apakah sehat secara finansial, atau hanya terjadi pemborosan dari sisi keuangan dan waktu. Jika memang dirasa pola hubungan saat ini memakan terlalu banyak uang dan waktu, cobalah diskusikan dengan pasangan mengenai perubahan gaya hidup untuk masa depan.
Dengan melakukan komunikasi untuk saling memahami secara finansial, akan lebih mudah memahami apakah hubungan ini adalah atas dasar cinta dan saling support, atau hanya sekedar bersenang-senang selagi masih muda.
Tidak perlu ada yang disesali jika setelah komunikasi dilakukan justru terjadi kerenggangan. Karena artinya jika hubungan diteruskan di masa depan tetap akan renggang. Terutama jika masalah finansial sudah mulai terasa oleh pasangan anda.
Ketidaksiapan Finansial untuk Menghadapi Masa Depan
Masalah keuangan milenial selanjutnya yang masih kerap dialami kaum milenial adalah merasa bahwa di umur yang masih muda ini, jalan hidup masih panjang. Persiapan untuk menuju masa depan bisa dilakukan besok. Pola pikir ini akhirnya menumbuhkan banyak sekali generasi “rebahan”. Orang yang mengganggap waktu adalah hal sepele. Hingga akhirnya sadar dunia sudah berputar dengan sangat cepat.
Seorang milenial banyak yang tidak menyadari berbagai kebutuhan yang seharusnya dimiliki. Misalnya:
Kebutuhan | Harapan | Realita |
Sandang, Pangan, Papan | Terpenuhi secara utuh | Jangankan memiliki rumah sendiri, pakaian saja sering harus 3 hari baru ganti. |
Tagihan dan Pajak | Cicilan, tagihan ini itu, pajak semua terbayar dengan lancar | Banyak tagihan yang harus menunggak. Bunga yang semakin mencekik. Dan alergi mendengar kata pajak. |
Tabungan dan Investasi | Ingin punya banyak uang di rekening bank. Lalu memiliki usaha sendiri sehingga tidak lagi menjadi budak korporat | Menabung? Berinvestasi? Uang dari mana? Memenuhi kebutuhan sehari-hari saja pass-passan. |
Jika kamu adalah generasi milenial dengan realitas di atas, maka sudah sebaiknya mulai fokus memperbaiki kondisi keuanganmu.
Bagaimana caranya?
Hal pertama yang wajib dilakukan adalah memanajemen waktu. Rancanglah kegiatan produktif apa saja yang akan dilakukan tiap jamnya. Secara mendetail. Mulai dari hari ini, lusa, hingga waktu-waktu kedepannya. Dengan melakukan hal ini, kebiasaan negatif kaum milenial yang senang menghabiskan waktu untuk hal sia-sia akan lebih berkurang.
Hal kedua yang wajib dilakukan adalah melakukan evaluasi pengeluaran secara menyeluruh. Pastikan bahwa saat ini anda memiliki detail kebutuhan yang jelas. Membuang kebutuhan yang bisa ditinggalkan, dan mulai melakukan penghematan besar-besaran. Dengan demikian, akan ada sisa uang lebih banyak untuk ditabung dan nantinya digunakan sebagai modal.
Hal ketiga yang wajib dilakukan adalah penggunaan tabungan. Pastikan untuk menggunakan uang tabungan untuk berinvestasi sehingga sebagai anak muda tidak hanya bergantung pada orang tua, pada gaji, apalagi bergantung pada belas kasihan orang lain.
Wah ternyata cukup banyak juga ya masalah keuangan milenial yang perlu diwaspadai dan segera diatasi. Namun begitu, semoga informasi dan pendidikan finansial di atas bisa cukup membantu menyadarkan kita semua bahwa generasi muda saat ini memiliki masalah yang cukup pelik.